Kisah Cinta Sejati di Kursi Roda

Kadang kita sebagai manusia suka lupa, lupa akan ‘sesuatu’ yang masih benar-benar adanya.
Kita sebagai manusia awalnya menganggap ‘sesuatu’ ini biasa saja.
Saat kehilanganlah baru sadar kalau ‘sesuatu’ itu sangat berarti.
Apa sesuatu itu… sesuatu itu adalah kasih sayang dan cinta.

Sering kita banding-bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain.
“Si A sudah punya ini ya” atau “si B ternyata begini ya” Selalu saja kita manusia mencari celah untuk mencari perbandingan-perbandingan itu. Terutama kekurangan orang lain.
Sadar atau tidak, kadang sayapun merasa begitu.
Kalau ingat itu saya jadi merasa sangat bodoh sekali, sejatinya kebahagian yang asli bukan dilihat dari materi.
Tapi rasa syukur akan pemberian Tuhan dan orang-orang terkasih.
Kelihatannya simple, hanya saja banyak orang yang tidak menyadarinya.

Kiblat kisah percintaan sejati kita selalu saja Romeo dan Juliet yang orangnya sudah jelas-jelas sudah tidak ada, itupun cerita fiksi. Atau mungkin bapak kebanggaan kita, BJ Habibie, hanya saja kita mengetahuinya ketika Ibu Ainun sudah tidak ada. Tidak adakah role model kisah cinta sejati yang benar-benar masih hidup didunia ini. Sehingga saat kita melihat merekapun, tanpa mendengar ceritanya kita sudah merasakan hangatnya pancaran cintanya

Well, beberapa hari lalu saya belajar tentang cinta sejati laki-laki normal dan wanita cacat.
Maaf, mungkin kata-kata saya terlalu kasar untuk menyebut seorang wanita cantik namun tak mampu berjalan karena hidupnya ada dikursi roda.
Teman baru saya ini bernama Mas Udin dan Mbak Wuri, pasangan cinta sejati dari Jawa Timur yang bersekolah di Hull University UK.
Jangan salah, mbak Wuri ini sedang mengejar gelar PhDnya loh dengan semua keterbatasan yang ada.
Pertanyaanya adalah, untuk apa mas Udin ikut kesini.
Jawabannya simple, karena ingin menjaga Mbak Wuri cinta sejatinya yang sudah 12 tahun menikah.

Love in wheelchair
Love in wheelchair

sumber:

Walaupun kisah hidupnya tidak diceritakan oleh mereka sendiri karena kami disini larut dalam euforia wisudaannya Mbak Lilis, tapi sungguhpun begitu, saya ingin meneteskan air mata saat diceritakan tentang mereka berdua.
Awalnya saya pikir Mbak Wuri itu sakit atau cacat sesudah menikah, mungkin terkena kecelakaan atau hal lainnya. Namun kenyataanya, mereka menikah sewaktu Mbak Wuri sudah mengalami kecelakaan itu.
Mbak Wuri dan Mas Udin yang sama-sama pecinta alam sama-sama mendaki gunung saat masih kuliah, namun tak terduga Mbak Wuri kecelakaan saat manjat. Ternyata akibatnya parah, kedua kaki mbak Wuri tidak berfungsi lagi.
Apa yang dirasakannya Mbak Wuri dulu pastilah sangat berat. Bayangkan, disaat umur masih muda, saat masih ingin belajar, maen sampai hura-hura, hantaman keras menimpa hidup Mbak Wuri. Boro-boro mau naik gunung lagi, jalan saja tidak mampu.
Bagaimana dengan kuliah mbak Wuri?
Bagaimana dengan kehidupan mbak Wuri selanjutnya?

Tapi yang dilakukan mas Udin saat itu sangat menyentuh, selalu disisi mbak Wuri. Sebagian kampus di Indonesia jarang ada yang menyediakan fasiitas elevator/lift. Kampus sayapun dulu begitu, entah sekarang ya sepertinya sih sudah banyak berubah (mungkin)
Mas Udin akan mengantar dan menjemput mbak Wuri ke kampus. Kalau kelasnya dilantai atas, mas Udin lah yang akan membopong mbak Wuri ke atas. Bisa dibayangkan itu? Kuliah dengan keadaan sehat saja kadang kita malas, apalagi harus bopong orang lain.
Ah, nyatanya ada…
mungkin untuk laki-laki biasa dia tidak akan mau seperti itu,apalagi jaman sekarang saat kebanyakan laki-laki berpikiran sempit tentang wanita. Jika tidak karena cintanya Mas Udin yang begitu besar atau mungkin ada sesuatu yang dimiliki Mbak Wuri yang luar biasa yang tidak dimiliki wanita lain walaupun mempunyai keterbatasan pada tubuhnya.

Saya rasa dua-duanya memang saling memberikan semangat untuk terus hidup satu sama lain, menopang satu sama lain, memahami kekurangan dan kelebihan satu sama lain. Intinya saling mencintai dan menyayangi satu sama lain. Klise banget yah… tapi itu yang saya rasa.
Cinta bukan hanya fisik belaka. Percaya deh, fisik itu 20 tahun lagi juga bakal luntur, bakalan keriput-keriput dan lemah tapi keteguhan hati, rasa saling menerima dan memberi itu yang tidak akan hilang apapun yang terjadi entah 10,20 atau bahkan 100 tahun lagi. Kadang orang berpikir menyayangi akan lebih mudah jika punya apa-apa, sayangnya kita bisa melihat seseorang benar-benar sayang kepada kita adalah saat orang tidak punya apa-apa. Itulah tingkatan tertinggi dari cinta (menurut saya, hehehe)

Cinta itu bukan tentang apa yang kau punya, lalu saya beli
Cinta itu bukan tentang aku cantik, dan kamu ganteng
Cinta itu bukan tentang aku sehat maka akupun mau
Cinta itu juga bukan siapa kamu, anak siapa kamu, atau sekaya apa kamu

Cinta itu tentang memberi dan saling melengkapi.
Cinta itu tentang saling memahami dan mengerti
Cinta itu tentang komitmen dan keikhlasan

Saya salut atas cinta mereka yang bisa bertahan sampai sekarang, saling support satu sama lain walaupun dengan keterbatasan. Andaikan dibuat filmnya antara Mas Udin dan mbak Wuri pasti lebih romantis dari film-film Korea yang saya tonton. Bisa-bisa sepanjang film saya bisa nangis sesenggukan.

Cerita ini saya tulis untuk mereka yang sedang mencari cinta sejatinya.

*Halah apa sih Kul :p

Selamat mencari